Jumat, 26 Oktober 2012

Makalah Teori belajar Bruner

BAB I
P E M B A H A S A N
Teori Belajar Matematika

Pengajaran  matematika  hendaknya  diarahkan    agar  mahasiswa/guru  mampu secara   sendiri   menyelesaikan   masalah-masalah   lain   yang   diselesaikan  dengan bantuan  teori  belajar  matematika.  Begitu  pentingnya  pengetahuan  teori  belajar matematika  dalam  sistim  penyampaian  materi  di  kelas,  sehingga  setiap metode pengajaran harus selalu disesuaikan dengan teori belajar yang dikemukakan oleh ahli pendidikan.
Tidak  hanya  tingkat  kedalaman  konsep  yang  diberikan  pada  siswa  tetapi harus  disesuaikan  dengan  tingkat  kemampuannya,  cara  penyampaian  materi  pun demikian  pula.  Guru  harus  mengetahui  tingkat  perkembangan  mental  siswa  dan bagaimana pengajaran yang harus dilakukan sesuai dengan tahap-tahap.
Setelah membaca materi dalam unit ini diharapkan Anda dapat menjelaskan
tentang teori belajar Bruner dan dapat menerapkannya dalam pengajaran matematika di sekolah dasar.
1.    Teori Belajar Bruner
Bruner yang memiliki nama lengkap Jerome S.Bruner seorang ahli psikologi (1915) dari Universitas Harvard, Amerika Serikat, telah mempelopori aliran psikologi kognitif yang memberi dorongan agar pendidikan memberikan perhatian pada pentingnya pengembangan berfikir. Bruner banyak memberikan pandangan mengenai perkembangan kognitif manusia, bagaimana manusia belajar, atau memperoleh pengetahuan dan mentransformasi pengetahuan. Dasar pemikiran teorinya memandang bahwa manusia sebagai pemproses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner menyatakan belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru diluar informasi yang diberikan kepada dirinya.
Ada tiga proses kognitif yang terjadi dalam belajar, yaitu (1) prose perolehan informasi baru, (2) proses mentransformasikan informasi yang diterima dan (3) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan.Perolehan informasi baru dapat terjadi melalui kegiatan membaca, mendengarkan penjelasan guru mengenai materi yang diajarkan atau mendengarkan audiovisual dan lain-lain.Proses transformasi pengetahuan merupakan suatu proses bagaimana kita memperlakukan pengetahuan yang sudah diterima agar sesuai dengan kebutuhan.Informasi yang diterima dianalisis, diproses atau diubah menjadi konsep yang lebih abstrak agar suatu saat dapat dimanfaatkan.
Menurut Bruner belajar matematika adalah belajar mengenai konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat didalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika itu,(dalam Hudoyo, 1990:48) Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem).Dengan mengajukan masalah kontekstual,peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Untuk dapat meningkatkan keefektifan pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan tekhnologi informasi dan komunikasi seperti komputer, alat peraga atau media lainnya.
Bruner melalui teorinya mengungkapkan bahwa dalam proses belajar anak baiknya diberi kesempatan memanipulasi benda-benda atau alat peraga yang dirancang secara khusus dan dapat diotak atik oleh siswa dalam memahami suatu konsep matematika.Melalui alat peraga yang ditelitinya anak akan melihat langsung bagaiman keteraturan dan pola struktur yang terdapat dalam benda yang diperhatikannya.Peran guru adalah :
1.    perlu memahami struktur pelajaran
2.    pentingnya belajar aktif supaya seorang dapat menemukan sendiri konsep-konsep sebagai dasar untuk memahami dengan benar
3.    pentingnya nilai berfikir induktif.
Proses internalisasi akan terjadi secara sungguh-sungguh (yang berarti proses belajar secara optimal) jika pengetahuan yang dipelajari itu dalam 3 model yaitu :
1.    Model Tahap Enaktif
Dalam tahap ini penyajian yang dilakukan melalui tindakan anak secara langsung terlihat dalam memanipulasi (mengotak atik)objek.
2.    Model Tahap Ikonik
Dalam tahap ini kegiatan penyajian dilakukan berdasarkan pada pikiran internal dimana pengetahuan disajikan melalui serangkaian gambar-gambar atau grafik yang dilakukan anak, berhubungan dengan mental yang merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya.
3.    Model Tahap Simbolis
Dalam tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik, anak memanipulasi Simbol-simbol atau lambang-lambang objek tertentu.
Selain mengembangkan teori perkembangan kognitif ,Bruner mengemukakan teorema atau dalil-dalil berkaitan dengan pengajaran matematika.Berdasarkan hasil-hasil eksperimen dan observasi yang dilakukan oleh Bruner pada tahun 1963 mengemukakan empat teorema /dalil-dalil berkaitan dengan pengajaran matematika yang masing-masing disebut “teorema atau dalil’. Keempat dalil tersebut adalah :
a.    Dalil Konstruksi / Penyusunan ( Contruction theorem)
Didalam teorema konstruksi dikatakan cara yang terbaik bagi seorang siswa untuk mempelajari sesuatu atau prinsip dalam matematika adalah dengan mengkontruksi atau melakukan penyusunan sebuah representasi dari konsep atau prinsip tersebut.
b.    Dalil Notasi (Notation Theorem)
Menurut teorema notasi representase dari suatu materi matematika akan lebih mudah dipahami oleh siswa apabila didalam representase itu digunakan notasi yang sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa.
c.    Dalil Kekontrasan dan Variasi ( Contras and Variation Theorem)
Menurut teorema kekontrasan dan variasi dikemukakan bahwa suatu konsep matematika akan lebih mudah dipahami oleh siswa apabila konsep itu dikontraskan dengan konsep-konsep yang lain sehingga perbedaan antar konsep itu dengan konsep-konsep yang lain menjadi jelas.
d.    Dalil Konektivitas dan Pengaitan (Conectivity Theorem)
Didalam teorema konektivitas disebut bahwa setiap konsep, setiap prinsip, dan setiap ketramplan dalam matematika berhubungan dengan konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan ketrampilan-ketrampilan lain.

2.    Proses Belajar Mengajar Menurut Jerome S. Bruner
Pendirian yang terkenal yang dikemukakan oleh J. Bruner ialah, bahwa setiap mata pelajaran dapat diajarakan dengan efektif dalam bentuk yang jujur secara intelektual kepada setiap anak dalam setiap tingkat perkembangannya. Pendiriannya ini didasarkan sebagian besar atas penelitian Jean Piaget tentang perkembangan intelektual anak. Berhubungan dengan hal itu,
antara lain:
a.    Perkembangan intelektual anak
Menurut penelitian J. Piaget, perkembangan intelektual anak dapat dibagi menjadi tiga taraf.
1.    Fase pra-operasional, sampai usia 5-6 tahun, masa pra sekolah, jadi tidak berkenaan dengan anak sekolah. Pada taraf ini ia belum dapat mengadakan perbedaan yang tegas antara perasaan dan motif pribadinya dengan realitas dunia luar. Karena itu ia belum dapat memahami dasar matematikan dan fisika yang fundamental, bahwa suatu jumlah tidak berunah bila bentuknya berubah. Pada taraf ini kemungkinan untuk menyampaikan konsep-konsep tertentu kepada anak sangat terbatas.

2.    Fase operasi kongkrit, pada taraf ke-2 ini operasi itu “internalized”, artinya dalam menghadapi suatu masalah ia tidak perlu memecahkannya dengan percobaan dan perbuatan yang nyata; ia telah dapat melakukannya dalam pikirannya. Namun pada taraf operai kongkrit ini ia hanya dapat memecahkan masalah yang langsung dihadapinya secara nyata. Ia belum mampu memecahkan masalah yang tidak dihadapinya secara nyata atau kongkrit atau yang belum pernah dialami sebelumnya.
3.    Fase operasi formal, pada taraf ini anak itu telah sanggup beroperasi berdasarkan kemungkinan hipotesis dan tidak lagi dibatasi oleh apa yang berlangsung dihadapinya sebelumnya.
b.    Tahap-tahap dalam proses belajar mengajar
Menurut Bruner, dalam prosses belajar siswa menempuh tiga tahap, yaitu:
1.    Tahap informasi (tahap penerimaan materi)
Dalam tahap ini, seorang siswa yang sedang belajar memperoleh sejumlah keterangan mengenai materi yang sedang dipelajari.
2.    Tahap transformasi (tahap pengubahan materi)
Dalam tahap ini, informasi yang telah diperoleh itu dianalisis, diubah atau ditransformasikan menjadi bentuk yang abstrakatau konseptual.
3.    Tahap evaluasi
Dalam tahap evaluasi, seorang siswa menilai sendiri sampai sejauh mana informasi yang telah ditransformasikan tadi dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala atau masalah yang dihadapi.2
c.      Kurikulum spiral
J. S. Bruner dalam belajar matematika menekankan pendekatan dengan bentuk spiral. Pendekatan spiral dalam belajar mengajar matematika adalah menanamkan konsep dan dimulai dengan benda kongkrit secara intuitif, kemudian pada tahap-tahap yang lebih tinggi (sesuai dengan kemampuan siswa) konsep ini diajarkan dalam bentuk yang abstrak dengan menggunakan notasi yang lebih umum dipakai dalam matematika. Penggunaan konsep Bruner dimulai dari cara intuitif keanalisis dari eksplorasi kepenguasaan. Misalnya, jika ingin menunjukkan angka 3 (tiga) supaya menunjukkan sebuah himpunan dengan tiga anggotanya.
Contoh himpunan tiga buah mangga. Untuk menanamkan pengertian 3 diberikan 3 contoh himpunan mangga. Tiga mangga sama dengan 3 mangga.
    Alat-Alat Mengajar
Jerome Bruner membagi alat instruksional dalam 4 macam menurut fungsinya.
1.    alat untuk menyampaikan pengalaman “vicarious”. Yaitu menyajikan bahan-bahan kepada murid-murid yang sedianya tidak dapat mereka peroleh dengan pengalaman langsung yang lazim di sekolah. Ini dapat dilakukan melalui film, TV, rekaman suara dll.
2.    Alat model yang dapat memberikan pengertian tentang struktur atau prinsip suatu gejala, misalnya model molekul atau alat pernafasan, tetapi juga eksperimen atau demonstrasi, juga program yang memberikan langkah-langkah untuk memahami suatu prinsip atau struktur pokok.
3.    Alat dramatisasi, yakni yang mendramatisasikan sejarah suatu peristiwa atau tokoh, film tentang alam yang memperlihatkan perjuangan untuk hidup, untuk memberi pengertian tentang suatu ide atau gejala.
4.    Alat automatisasi seperti “teaching machine” atau pelajaran berprograma, yang menyajikan suatu masalah dalam urutan yang teratur dan memberi ballikan atau feedback tentang responds murid.4

    Aplikasi  Teori Bruner  Dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
  Penerapan teori belajar Bruner dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan:
1.     Sajikan contoh dan bukan contoh dari konsep-konsep yang anda ajarkan.
Misal  :  untuk  contoh  mau  mengajarkan  bentuk  bangun  datar  segiempat,
sedangkan  bukan  contoh  adalah  berikan  bangun  datar  segitiga,  segi  lima  atau
lingkaran.
2.     Bantu si belajar untuk melihat adanya hubungan antara konsep-konsep.
Misalnya berikan pertanyaan kepada sibelajar seperti berikut ini ” apakah nama
bentuk ubin  yang sering digunakan untuk menutupi lantai rumah? Berapa cm
ukuran ubin-ubin yang dapat digunakan?
3.     Berikan satu pertanyaan dan biarkan biarkan siswa untuk mencari jawabannya
sendiri. Misalnya Jelaskan ciri-ciri/ sifat-sifat dari bangun Ubin tersebut?
4.     Ajak  dan  beri  semangat  si  belajar  untuk  memberikan  pendapat  berdasarkan
intuisinya. Jangan dikomentari dahulu atas jawaban siswa, kemudian gunakan
pertanyaan yang dapat memandu si belajar untuk berpikir dan mencari jawaban
yang sebenarnya. (Anita W,1995 dalam Paulina panen, 2003 3.16)  
Berikut ini disajikan contoh penerapan teori belajar Bruner dalam pembelajaran
matematika di sekolah dasar. 
1.    Pembelajaran menemukan rumus luas daerah persegi panjang?
Untuk tahap contoh berikan bangun persegi dengan berbagai ukuran, sedangkan bukan contohnya berikan bentuk-bentuk bangun datar lainnya seperti, persegi panjang, jajar genjang, trapesium, segitiga, segi lima, segi enam, lingkaran.
a.    Tahap Enaktif
Dalam tahap ini penyajian yang dilakukan melalui tindakan anak secara langsung terlihat dalam memanipulasi (mengotak atik)objek.


b.    Tahap Ikonik
Penyajian  pada  tahap  ini  apat  diberikan  gambar-gambar  dan  Anda  dapat  berikan sebagai berikut.

c.    Tahap Simbolis
Siswa diminta untuk mngeneralisasikan untuk menenukan rumus luas daerah persegi panjang. Jika simbolis ukuran panjang  p, ukuran lebarnya  l , dan luas daerah persegi panjang L

maka jawaban yang diharapkan    L  =  p x l  satuan. Jadi luas persegi panjang adalah ukuran panjang dikali dengan ukuran lebar.
d.    Membuat dan Menggambar Jaring-jaring Kubus 
Langkah kegiatan pembelajaran adalah:
a.    Kegiatan  pembelajaran  dimulai  dengan  menugasi  siswa  membawa  paling  sedikit 3 doos kecil berbentuk kubus dari rumah. Di kelas tiap siswa dengan caranya  sendiri  diminta  untuk  megiris  doos  itu  menurut  rusuknya  sehingga dperoleh  babaran  atau  rebahannya.  Babaran  atau  rebahan  doos  itu  harus berbentuk bangun datar gabungan yang bila dilipat menurut rusuk yang teriris akan membentuk kubus seperti semula.
Dengan  cara  ini  siswa  melakukan  tahap  enaktif  dalam  memperoleh  jaring-jaring   kubus   dengan   memperhatikan   rebahan   kubus.   Siswa   langsung menemukan cara memilih rusuk yang diiris sehingga rebahannya bila dilipat kembali  akan  terbentuk  seperti  semula.  Namun  ada  kemungkinan  siswa mengiris  rusuk  sedemikian  rupa  sehingga  bila  bangun  rebahannya  dilipat kembal tidak diperoleh kubus seperti semula, misalnya ada bagian sisi yang ompong/kosong  karena  menumpuk  pada  sisi  lain/  sisi-sisi  yang  saling menutup.  Atau  mungkin  rebahannya  tidak  lagi  berbetuk  bangun  datar gabungan.
Berpandu    pada    hasil    kerja    siswa    guru    membimbing    siswa    untuk mengidentifikasi  ciri-ciri  (syarat)  dari  bangun  babaran  atau  rebahan  kubus sehingga bila dilipat menurut rusuk yang tak teriris membentuk bangun kubus seperti  semula  (  bangun  babaran  atau  rebahan  yang  sedemikian  oleh  siswa mungkin  ditemukan  lebih  dari  satu  macam).  Setelah  itu  barulah  guru mengkomunikasikan  bahwa  bangun  babaran  atau  rebahan  yang  sedemikian itulah yang disebut ”jaring-jaring kubus”.
b.    Pada   tahap   Ikonik,   dengan   berpandu   pada   hasil   kerja   siswa   diminta menggabar  bangun  babaran  atau  rebahan  kubus  yang  berupa  jaring-jaring. Dengan mengingat syarat atau ciri-ciri dari suatu babaran kubus yang berupa jaring-jaring  kubus.  Jaring-jaring  kubus  adalah  rangkaian  bangun  yang diperoleh  dari  enam  persegi  yang  sama,  dalam  susunan  tertentu.  Kemudian siswa diminta untuk menggambar jaring-jaring kubus yang lain, Misal contoh dua jaring-jaring tersebut bentuk adalah sebagai berikut.
Bentuk jaring-jaring yang merupakan contoh

Bentuk jaring-jaring yang bukan merupakan contoh:
   
c.    Tahap Simbolis, untuk tahap simbolis siswa dapat ditugasi untuk membuat jaring-jaring kubus dengan kertas bufalo yang baru, kemudian membuat kubus dengan ukuran yang tertentu. 









DAFTAR PUSTAKA
http://bagah.wordpress.com/2011/11/02/teori-bruner-dalam-pembelajaran-matematika/
http://sainsmatika.blogspot.com/2012/04/teori-kognitif-dari-bruner-dan-teori.html
http://www.fkip.unej.ac.id/attachments/265_Inisiasi_Pengembangan_Matematika_SD_1.pdf
http://rezaliah.blogspot.com/2012/05/penerapan-teori-belajar-kognitif-dalam.html
http://rezaliah.blogspot.com/2012/05/penerapan-teori-belajar-kognitif-dalam.html

1 komentar:

  1. Mbak bro... teorinya dienes, van hiele tolong di pesting yah.. :) makasihhhh blognya sangat mebantuu

    BalasHapus